But Its Okay
(Karya Zakauha Alya Kelas 8 SMPIT Bakti Insani)
Juara 1 Lomba Cerpen Class Meeting SMPIT Bakti Insani
Ketika libur menjadi impian banyak orang, ketika libur yang diinginkan kebanyakan orang. Setelah paruh baya bersekolah dan berkerja. Sejenak beristirahat, bermain, bersantai dan melakukan hal yang sekiranya membuat kita terlepas dari beban. Tentu saja libur menjadi hal yang sangat seru untuk di bayangkan. Libur akan menjadi tempat istimewanya para pelajar dan pekerja.
Mungkin kebanyakan orang berfikir, Libur adalah satu satunya cara untuk mengembalikan semangat kita, entah itu untuk bekerja atau untuk belajar. kehidupan akan jadi lebih baik jika banyak berlibur dan berargumen ria dengan teman sebaya. Sulit bagi kita semua untuk lepas dari kata libur.
Tapi bagaimana jadinya kalau kita libur dengan jangka waktu yang lama, yang belum tau pasti kapan akan berakhir. Awal kita menginjakkan kaki di hari libur, mungkin semua terasa biasa saja, maksudnya kita bisa melakukan liburan seperti hari biasa. Akan ada banyak kegiatan yang kita lakukan di hari libur.
Kali ini beda. Libur yang kita tahu, berubah menjadi kurungan. Kurungan ketat untuk memperbersih tubuh kita. Kita tidak bisa kemana mana, walau hanya kembali ke kampung halaman. Keadaan terlalu beresiko untuk kita hadapi, yang membuat kita untuk tetap tinggal dan mematuhi protokol yang ada.
Menutup ponsel.
“Aku ingin sekolahhhhhh!!!, tolong, artikelnya bahaya. Ahh kapan sih semua ini akan berakhir, kakiku benar benar gatal ingin bepergian”. Aku memprotes keadaan kepada diriku sendiri. Bertengkurap dan menjejak jejak kasur empukku dengan kakiku.
Klunthing… (anggep aja suara hp)
“ Notifikasi”. Aku membenarkan posisiku.
Selamat pagi anak anak, semua pada sehatkan
Minggu lalu kita sudah menyelesaikan bab 2 dan mempraktekkannya
Ya, untuk hari ini kita akan membahas bab 3
silahkan dibaca terlebih dahulu halaman 35-40 dan silahkan kerjakan halamam 41 abc saja.
Terimakasih.
“Tugas lagi. Baru saja aku mengumpulkan tugas yang pertama. Sepertinya guru memang benar benar semangat memberi tugas”. Kakiku tergerak beranjak dari pulau kapukku, menuju meja penuh bengan buku buku. Kuambil satu buku dan pena bergambar koya kesayanganku lalu perlahan aku mengerjakan.
Membaca buku, mungkin orang lain menyukai itu. Sama sepertiku, aku suka membaca, lebih tepatnya membaca cerita online, seperti novel yang di sediakan di laman handphone. Tapi, entah mengapa membaca buku pelajaran menjadi hal termalas bagiku, kecuali di sekolah, waktu test, atau moodku sedang baik. Dipikiranku, mungkin mengerjakan soal terlebih dahulu akan lebih baik sebelum membaca materi. Tapi kenyataannya hal itu membuat aku tidak paham atas apa yang akan aku kerjakan.
Jangan ditiru ya.
“Nilaiku akan bagus jika aku bertanya di laman pencarian”. Senyum menyeringai terpasang di wajahku. Aku mengambil ponselku, diketiklah satu persatu soal yang ada di buku dan menulis jawabanya di buku tulis.
“sudah selesai, sekarang tinggal kufoto, kukirim, dan aku yakin kalau aku belum 100 persen memahami materinya. Tapi tidak apa apa, besok aku akan maraton jika masuk sekolan”. Kata kata tersebut sangat sering terucapkan olehku. Aku sadar bahwa yang aku lakukan itu tidak patut untuk dilakukan. Karena mungkin kondisiku sudah terlalu lelah dengan rencana tuhan ini. Yang biasanya aku membaca bersama teman, diselipkan senda gurau dan cerita cerita yang dibawa dari rumah, bahakan ketika bingung dengan materinya, sangat mudah bagiku untuk bertanya.
Sekarang semua berbeda, membaca tidak paham, kalau tidak membaca juga lebih tidak paham, meminta penjelasan orangtua pun hanya sebatas pengetahuan mereka.
“sekarang waktunya aku untuk beristirahat”. Keluar dari kamar, menjelajahi meja makan dan dapur, membuat wajan gosong, mebiarkan magicom terbuka, tutup wadah kerupuk yang hilang, membuka album foto dan berargumem seorang diri, sapu yang seharusnya untuk menyapu aku gunakan menjadi gitar dan kecerobohanku yang lain. Benar benar hal yang gabutz. Jangan ditanya mengapa aku seperti itu, para adikku umurnya sangat jauh dibawahku alhasil mereka lebih minat bermain bersama teman temannya.
Adik lewat.
“mau kemana?”. Tanyaku kepada adikku.
“main, sama temen, nerbangin layangan”. Adikku memutar badannya menghadap diriku.
“layangan dari mana”. Tanyaku
“punyaku, kemarin aku buat sama ayah”.
“tugas?”. Lanjutku.
“urusan momy, dah ya, bay”. Adikku melangkahkan kaki keluar rumah.
“eyyoo broo”. Suara adikku terdengan samar samar dari dalam rumah, mungkkin sedang berbicara dengan temannya.
“sangat tidak jelas”. Aku memasuki kamar dan streaming lagu, biasanya sampai momy pulang dari kerjaan.
2 jam kemudian
“Mbak, ya allah, kamu apain dapur, ngeledakin bom lagi huhh”. Momyku berteriak dari arah dapur. Aku terpenjat dari kasurku.
“udah pulang ta, itu tadi aku coba membuat saus pasta, tapi gosong”. Ucapku dengan watados.
“bersihin mbak, kamu dah gede, itu magicom nggak ditutup, nanti kalau kemasukan cicak gimana, adekmu juga jangan suruh main terus, pasti belum ngerjain tugaskan, kamu tu lebih tua dari dia, kasih contoh yang baik dong, sekalian cuci piring”. Ucap momyku panjang lebar.
Aku jujur lho
“iya, iya”. Jawabku Cuma sekadar seperti itu, jika aku membantah, itu akan memperburuk keadaan.
“ yak!! aku lupa, aku punya tugas dari 2 hari lalu yang harus dikumpulin besok, aku kerjain dulu ya”. Aku berhenti mencuci piring, ya setidaknya aku sudah membatu. toh, mencuci piring bukan kewajibanku yang harus aku lakukan.
Hari mejelang malam, kegiatanku sepeti biasa, shalat maghrib, mengaji, bermain handphone dan lain lain.
“hp aja teruss, tadi udah momy tinggal dirumah, jangan sampai kamu habisin kuotanya”. Sekiranya seperti itulah ucap ibukku.
“Astaghfirullahaladzim aku belum setor tahfidz ya Allah!!!”. Aku mengambil al Quranku dan mulai menghafalkan perbaris. Mengahafalkan surat dirumah dan disekolah entah rasanya sangan berbeda. Disekolah dengan waktu kurang lebih 2 jam aku mampu menghafalkan sekiranya 2 ayat, tapi jika dirumah 1 ayat saja membutuhkan waktu berjam jam. Aku tidak tau faktor yang membuat aku merasa seperti itu.
Tugasku telah selesai, dari tulisan, hafalan dan lain lain, sekarang aku benar benar merasa lega dan tak terbebani.
“kapan corona selesai, sekolah keburu angker”.
“tas sekolahku dah jadi sarang nyamuk akhir akhir ini”.
Aku mengadu ke momyku yang sedang mengecek handphone karena tadi seharian aku yang bawa.
“nikmati aja, ada soal yang dikerjakan, nggak bisa ngerjain yaudah, sabar aja. momy juga terbatas pengetahuannya. Ayah , dia mengurus pekerjaannya. Handphone juga nggak menjamin sama tugas tugas kamu”.
“Allah lagi menguji kita, dari segi kesabaran, kekuatan untuk menjalani semua ini, seberapa kamu perhatian sama diri kamu sendiri dan seberapa lama kamu bertahan dengan kondisi seperti ini”.
“kamu yang semangat belajarnya, kalaupun kamu dah usaha tapi tetep nggak faham pasti gurumu juga memaklumi kamu”.
“tapi….”. ucapanku terpotong karena tiba tiba saja momy menepuk pundakku.
“hidup kita panjang, percayalah pada dirimu sendiri saat berada dalam labirin. Saat musim dingin berlalu, musim semi selalu datang”.
“kau pasti akan berhasil, ini semua adalah keajaiban, kita sendiri yang membuat. Rasakan seperti ku tengah meminum secangkir teh hangat, rasakan seperti kau tengah melihat galaksi. Kita semua akan baik baik saja, tunjukanlah bila kau bisa melewatinya”.
“kau menganggap semua ini seperti bunga lili saat layu, karena itu kau sering kau sering tidak sabaran dan gelisah”.
“jika aku bilang padamu aku memiliki ketakutan yang sama, apakah kau akan percaya?. Semua itu benar, semua jawabanmu ada ditempat yang kau temukan ini. Ada digalaksimu, dalam hatimu sendiri”.
“tinggal kamu sendiri, apakah kamu ikhlas melakukan semua ini, gunakan waktu sebaik mungkin, banyak hal yang terlewatkan jika kamu terus mengeluh”. Sedikit opini.
Jeda sejenak, aku menganga atas apa yang diucapkan momyku.
“ohya, dengerin gih lagu love myself sama magic shop, tadi momy ngopi artinya. Syukur kalau kamu ngerti maksudnya”.
“oke my siap”.
“Hafalan setor dulu mbak!!!”. Teriak momyku yang menatap punggungku yang mulai menjauh.
“iya, iya, ya Allah”.